Cerpen (cerita pendek) Bahasa Indonesia
Aku yang Lain
Ketika aku datang dikegelapan malam,
jangan tanyakan kapan aku pergi karena aku tak akan pergi saat kau meminta
namun aku akan pergi dari sini saat kau inginkan aku disini, bersamamu. Aku
hanya sesosok rasa yang sering hilang, terpendam namun sangat kuat dan akan
selalu berlawanan dengan dirimu dimasa kini namun sama dengan dirimu dimasa
lalu. Karena aku adalah kau, namun kau
bukan aku.
“Akh, sakit!,”
terdengar erangan dari kamar sang putri kerajaan Mataram. “Tolong aku, sakit!.
Ibu, Ayah tolong sakit!”. Suara itu terdengar begitu memilukan. “Akh, Ayah
sakit!, Ibu Tolong!,” Rasa sakit yang begitu menggila datang menggihapi kepala
sang putri.
Diluar kamar
tampak sang Raja dan Permaisurinya sedang khawatir akan keadaan
putrinya,”bagaimana ini?”. Tampak wajah kecemasan menghiasi wajah sang
Permaisuri.
Sang Raja tampak
memeluk Permaisurinya mencoba menenangkan hati istrinya, ”Tenanglah istriku,
sang Putri pasti bisa melewatinya, percayalah!”.
Lambat laun
erangan sang Putri mulai tak terdengar, yang terdengar kini hanya nafas tak
beraturan dari sang putri, “Hosh...hosh..hosh”. sang Putri mencoba keluar dari
kamarnya melihat keadaan sekitar kamarnya, tak terlihat siapapun disana.
“Apakah Ayah dan Ibu tak peduli lagi pada diriku hingga mereka membiarkan aku
terus begini!”. Gumaman tersebut begitu menusuk hati ayah dan ibunya yang
sedang bersembunyi dibalik tembok.
Sang putri tampak
memasuki kamarnya. “kenapa kau selalu masuk tanpa ijin ke tubuhku?”. Tanya sang
putri kepada bayangan yang tidak pernah bisa dilihat oleh namun hanya bisa
dilihat oleh dirinya sendiri.
“karena aku
adalah kau,” katanya tanpa menoleh hanya melihat gelapnya malah ini tanpa ada
bintang yang menghiasi.
“Setidaknya, kau
bisa ijin dulu kepadaku. Ini tubuhku, ini energiku jangan serap energiku
seenaknya!,” sentak sang putri tak suka.
“karena aku adalah kau,
namun kau bukan aku jadi kau tak berhak mengaturku”. Jawabnya sinis
dengan mata hitamnya yang tajam tanpa menoleh, namun sang putri tau kalau
matanya itu tak pernah memancarkan apapun dibaliknya.
“Hari sudah
malam, aku mau tidur. Jangan ganggu aku!,” kata sang putri sambil membaringkan
tubuhnya ke ranjang king size yang ada dipojok kamarnya.
Matahari kini
mulai terlihat di ufuk timur, seakan mencoba mengalahkan gelapnya malam. Sang
putri terlihat menggeliat dari tidur nyenyaknya karena terganggu oleh terangnya
matahari pagi yang menyilaukan jendela kehidupan.
Sang putri tampak
bangun dari tidurnya, “apakah kau tak tidur semalam?,” tanya sang putri kepada
bayangan yang terlihat masih menempati posisinya seperti semalam.
“Apakah kau
sedang mengejekku?,” sang putri tampak memasang wajah tak mengerti kepada
bayangan tersebut. “Aku tak pernah tidur, bodoh!,” katanya sambil memandang
dirinya dengan tatapan kosong.
“kau ini, aku kan
hanya bertanya. Lagi pula percumakan tenagaku harus terbuang percuma hanya
untuk begadang semalaman!,” jawab sang putri sambil menyisir rambutnya yang
berantakan.
“Terserah kau
sajalah!. Diriku harusnya tau itu!,” tatapan matanya kini berubah tajam.
“Iya iya, ayo
turun! Aku lapar,” sang putri tampak mulai berjalan keluar dari kamarnya.
Tampak Baginda
Raja dan permaisurinya sedang menyantap sarapan paginya. “Ayah, Ibu selamat
pagi!”. Sang putri tampak menduduki kursi di sebelah kiri sang Raja, Ayahnya.
“Selamat pagi
juga sayang!,” sang Ibu tampak tersenyum manis menyambut kedatangan anaknya
itu.
“Selamat pagi
juga, jangan lupa nanti ada latihan memanah!,” kata sang ayah mencoba
mengingatkan sang putri.
“Ayah, ibu,
bolehkah aku bertanya?,” tampak sang putri mulai memandang serius kepada kedua
orang tuanya.
“Apakah yang mau kau
tanyakan, sayang?,” sang Raja dan permaisurinya kini memandang anak semata
wayangnya.
“Sampai kapan aku
akan bersama dengan bayanganku ayah?,” tanya sang putri sambil menundukkan
wajahnya seolah tak ingin orangtuanya melihat air matanya yang kini telah
membasahi kedua pelupuk matanya.
“Besabarlah
sayang, kaulah sendiri yang tau kapan kau akan siap hidup tanpa dirinya,”
kata-kata sang Raja tersebut mengagetkan sang putri. “Apa maksud, ayah?,”
tampak wajah heran di wajah sang putri.
“Kau akan
mengerti suatu saat nanti, dan mungkin sebentar lagi,” sang Raja mulai
meninggalkan meja makan dan pergi keluar dari istana diikuti sang ibu
dibelakangnya dengan tersenyum manis seolah menyemagati sang anak.
“Syut...!,”
terdengar bunyi panah yang sedang meluncur keluar jauh dari lingkaran merah
ditengah. “kau meleset lagi, diriku!” tampak sang bayangan yang sedang
bersandar ditembok.
“Mau apa kau ikut
campur saja!,” jawab sang putri sinis. Sang bayangan hanya diam tak berkata.
“Apa yang sebenarnya kau mau dariku?,” tanya sang putri sambil menaruh busur
panahnya ke lantai.
“Kau tanya, apa
yang ku mau dari diriku sendiri?. Bodoh!,” sentakkan keras berasal dari busur
panah yang sekarang sudah hancur tak berbentuk. “Aku yang seharusnya bertanya,
kenapa kau tak pernah anggap aku ada, kheh?,” tampak amarah mulai menguar jelas
dari wajah sang bayangan.
Kini terlihat
wajah bingung sang putri, “aku tak mengerti, apa maksudmu?,” sang putri tampak
mendekat ke arah sang bayangan.”bukankah seharusnya kau memang tak pernah ada?.”
Sang bayangan
kini lambat laun semakin tak tampak,”kalau kau bilang begitu, selamata
tinggal!,” sudah tak tampak lagi sosok bayang sang putri.
“Hei, kau
kemana?. Jangan menghilang seenaknya saja!,” sang putri tampak semakin bingung
karena hilangnya sang bayangan.
Makan malam di
istana Mataram tampak seperti biasa, tetapi tampak berbeda bagi sang putri
karena sang bayangan tak lagi disini. “Ayah, Ibu dia sudah pergi,” kata sang
putri lalu mulai menggigit sepotong daging kambing.
“Benarkah,
sayang?, baguslah jadi sekarang ini tak ada lagi yang mengganggu dirimu,”. Sang
putri hanya menggangguk menanggapi perkataan sang ibunda.
“Tapi...,” sang
Raja dan permaisurinya nampak memandang sang putri seolah menunggu kelanjutan
dari kata-katanya. “Serasa ada yang hilang,” sang putri lalu berlalu
meninggalkan ruang makan menuju kamar tidurnya.
Sang putri nampak
memandang langit yang malam ini tampak tak berbintang, “kau biasanya selalu
berdiam disini menemaniku, tetapi sekarang kau ada dimana?”. Tak terasa ada sengai
yang terbentuk dari pelupuk mata sang putri.
“Apakah kau tak
butuh tenaga aku lagi untuk ada disini?,” kini isak tangis sang putri tak bisa
ditahan lagi. Sesuatu yang sejak dulu selalu bersamanya, dalam suka nan
duka.”Kau mungkin tak mungkin ku lihat lagi, namun aku percaya kau ada disana
melihatku,” kata hati sang putri mencoba menegarkan dirinya.
Siang ini
terlihat sibuk seperti biasanya. Meja makan di ruang tengah istana kinipun oleh
ramai dengan hilir mudik para pelayan untuk menyiapkan makan siang. Sang putri
tampak sudah siap dimeja makan menanti kedua orangtuanya.
Sang ibu datang
menempati tempat duduk diseberang sang putri,”Apakah kau tak tidur semalam,
sayang?. Matamu tampak bengkak dan berair.”
“iya ibu, tetapi
tak apa ibu, aku baik-baik saja. Percayalah!,” sang putri tersenyum mencoba
meyakinkan sang Ratu.
“Baiklah, kalau
kau memang baik-baik saja.” Sang Ratu pun mulai mengambil nasi melihat sang
suami sudah datang.
“Tapi, sekarang
aku tahu ibu...” sang putri tampak menarik nafas mencoba melanjutkan kata yang
sulit tuk diakui. Sang ayah pun duduk dan langsung memperhatikan sang putri.
“Dia tak tidur
karena dia menjagaku, dia memikirkan diriku, dia bahkan melidungiku.” Suasana
sekarang sangat hening untuk beberapa saat.
“Dia benar-benar
aku ibu, ayah!. Tapi aku memang bukan dia karena aku tak peduli dengan dia, tak
pernah memperhatikan dia, bahkan aku tak pernah memikirkan dia.” Sang putri
kini menjatuhkan kristal-kristal kesedihan dari pelupuk matanya.
Sang Raja dan
Ratu kini mendekati anaknya dan berkata, “mungkin kau butuh istirahat, sayang.”
Sang Ratu tampak memeluk sambil berjalan ke arah kamar sang putri.
Sesampai di kamar
sang putri, mereka pun duduk ditepi ranjang sang putri. “Sayang, tidurlah! Kau
akan baik setelah bangun nanti”. Sang Raja pun mengecup kening sang anak lalu
diikuti oleh sang istri. Mereka lalu berlalu meninggalkan kamar sang putri.
Sang putri
tampak terbangun dari tidurnya, dia mencoba menyesuaikan cahaya sekelilingnya
yang masuk ke matanya. “Kau masih tak ada ya,” gumaman yang selalu terucap dari
bibir sang putri selama 1 tahun belakangan ini.
Badan sang putri
kini sudah tak berisi lagi seperti dulu, yang tersisa kini hanya tulang yang
dibalut oleh kulit. Kulit tubuhnya kinipun pucat pasi,tak sesegar seperti dulu.
Wajah yang dulu selalu dipuja pangeran dari kerajaan-kerajaan lainpun kini
mulai tampak garis-garis halus diwajahnya, pipinya pun kini tak semerah dulu
hanya tersisa kepucatan.
“Ibu, ayah...,”
terdengar suara yang dahulu merdu kini hanya terdengar sepeti sisa serak
ditenggorokan.
Sang Raja dan Ratu
kini mulai mendekat kepada anaknya yang kini sedang tergolek lemah tak berdaya
di ranjang, “ada yang engkau butuhkan, sayang?.” Sang Ratu nampak sangat
khawatir kepada anak semata wayangnya itu.
“Ayah, ternyata
aku tak akan pernah siap hidup tanpa dia. Keegoisan yang dulu menguasai diriku
yang kini mulai melemah membuatku sadar, bahwa aku membutuhkan dirinya.” Sang
Raja dan Ratu masih menunggu kelanjutan dari ucapan anaknya ini.
Sang Ratu
terlihat sudah tak dapat lagi menahan air matanya untuk mengalir deras. Sang
putri pun tampak tak lagi kuat menahan rasa sakit yang menjalar keseluruh
tubuhnya. “Ayah, ibu mungkin sekarang saatnya.” Sang putri sekarang seakan
sudah kehilang semua tenaga yang dulu dia miliki. “Ayah, Ibu aku pamit. Aku
akan pergi lebih dulu,” sang putri sekarang sudah membujur kaku, hanya
tertinggal jasadnya saja yang siap membusuk dan hilang diuraikan didalam tanah.
Sekarang aku
disini menemani sang Putri dan bayangannya yang sedang menyesali masa lalunya. Terhidangkan
semua masalah yang penuh dengan penyelesaiannya namun tinggal kita mau
menyelesaikan masalah dengan masalah atau dengan jalan pintas, atau yang lain
itu terserah padamu. Ditanganmu semua takdirmu akan dimulai namun berakhirnya
semua takdirmu sesuai kehendak yang maha kuasa, tinggal kau mau mengakhiri
takdirmu dengan senyum atau raga dan jiwa penuh penyesalan itu semua juga ada
ditanganmu.
Bayangan itu
bukan hanya milik sang putri kerajaan Mataram namun bayangan ini ada di semua
manusia yang hidup dimuka bumi. Bayangan yang kadang tersingkir, dikucilkan,
dan diabaikan justru bayangan itulah yang paling mengerti dirimu. Bayangan ini
akan selalu ada didalam dirimu selama engkau percaya bahwa dia ada dan datang
hanya untukmu.
Bayangan yang
temaram dipojok hati manusia ini jarang sekali engkau gunakan namun selalu
engkau sebutkan. Bayangan ini adalah bayangan kejujuran.
Dengan
kejujurannya dia mengerti apa adanya dirimu. Dengan kejujurannya ini membuatmu
memahami keinginan kecil dalam hatimu. Dengan kejujurannya dia akan selalu
menepis bayangan keegoisan yang terkadang memuncak tak terkendali.
Karena itu
bayangan kejujuran adalah aku yang lain,
Karena bayangan itu adalah kau, namun kau bukan bayangan itu.
------‘_’------
Comments
Post a Comment